Selasa, 24 April 2012

SEMIOTIKA



1.   PENGERTIAN SEMIOTIKA
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda alat perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memakai hal-hal (thinks). Memakai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988 : 17; kurniawan, 2001 : 53).

2.   SEMIOTIKA KOMUNIKASI
Tanda-tanda tersebut kemudian dimaknai sebagai wujud dalam memahami kehidupan. Manusia melalui kemampuan akalnya berupaya berinteraksi dengan menggunakan tanda sebagai alat untuk berbagai tujuan, salah satu tujuan tersebut adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungan.
Komunikasi bukan hanya sebagai proses, melainkan komunikasi sebagai pembangkitan makna (the generation of meaning). Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, setidaknya orang lain tersebut memahami maksud pesan kita, kurang lebih secara tepat. Supaya komunikasi dapat terlaksana, maka kita harus membuat pesan dalam bentuk tanda (bahasa, kata). Pesan-pesan yang kita buat, medorong orang lain untuk menciptakan makna untuk dirinya sendiri yang terkait dalam beberapa hal dengan makna yang kita buat dalam pesan kita. Semakin banyak kita berbagi kode yang sama, makin banyak kita menggunakan sistim tanda yang sama, maka makin dekatlah “makna” kita dengan orang tersebut atas pesan yang datang pada masing-masing kita dengan orang lain tersebut.
Semiotika yang merupakan bidang studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja (dikatakan juga semiologi). Dalam memahami studi tentang makna setidaknya terdapat tiga unsur utama yaitu :
·         tanda,
·         acuan tanda, dan
·         pengguna tanda.
Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita. Tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga disebut tanda.

3.   POKOK DAN TOKOH SEMIOTIKA
A.  Pragmatism Charles Sanders Pierce
Pierce terkenal karena teori tandanya.Didalam lingkup semiotika, pierce seringkali mengulang-ulang bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Perumusan yang terlalu sederhana ini menyalahi kenyataan tentang adanya suatu fungsi tanda. Contoh, tanda A menunjukkan suatu fakta (atau objek B), kepada penafsirnya yaitu C. Oleh karena itu, suatu tanda tidak pernah berubah suatu entitas yang sendirian, tetapi memiliki ketiga aspek tersebut.
Bagi pierce, tanda adalah “something wich stands to somebody for something in some respect or capacity”. Pierce membagi tanda menjadi sepuluh jenis :
·         Qualisign, yaitu kualitas terjauh yang dimiliki tanda
·         Iconic sinsign, yaitu tanda yang memperlihatkan kemiripan
·         Rhematic indexical sinsign, yaitu tanda berdasarkan pengalaman langsung, yang secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya
·         Dicent sinsign, yaitu tanda memberikan informasi tentang sesuatu
·         Iconic legisign, yaitu tanda yang menginformasikan norma atau hukum
·         Rhematic indexical legisign, yaitu tanda yang mengacu kepada objek tertentu
·         Dicent indexial legisign, yaitu tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi
·         Rhematic symbol atau symbolic, yaitu tanda yang dihubungkan dengan objek melalui asosiasi ide umum
·         Dicent symbol atau symbolic, yaitu tanda yang langsung menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak
·         Argument, yaitu tanda yang merupakan inferens seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu

B.  Teori Tanda Ferdinand De Saussure
Pokok dari teori Saussure adalah prinsip yang mengatakan bahwa bahasa itu adalah suatu sistem tanda dan setiap tanda tersusun dari dua bagian, yaitu signifier dan signified. Menurut Saussure, bahasa itu merupakan suatu sistem tanda (sign).
Saussure menggunakan pendekatan anti-historis yang melihat bahasa sebagai sistem yang utuh dan harmonis secara internal (language).  Ia mengusulkan teori bahasa yang disebut “strukturalisme”. Sedikitnya ada lima pandangan dari Saussure yang dikemudian hari menjadi peletak dasar dari strukturalisme Levi-Strauss, yaitu pandangan tentang :
·         Signifier (penanda) dan signified (petanda)
Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (siginified). Dengan kata lain, ‘petanda’ adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna. Jadi ‘penanda’ adalah aspek material dari bahasa, apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca.
·         Form (bentuk) dan content (isi)
Istilah form (bentuk) dan content (isi) ini diistilahkan dengan expression dan content, sesuatu yang berwujud bunyi dan yang lain berwujud ide.
·         Languange (bahasa) dan parole (tuturan, ujaran)
Dalam pengertian umum, “langue” adalah abstarksi dan artikulasi bahasa pada tingkat sosial budaya, sedangkan “parole” merupakan expresi bahasa pada tingkat individu.
·         Synchronic (sinkronik) dan diachcronic (diakronik)
Kedua istilah ini berasal dari bahasa yunani khronos (waktu) dan dua awalan syn- dan dia- masing-masing berarti “bersama” dan “melalui”.
Dan yang dimaksud sinkronis sebuah bahasa adalah deskripsi tentang “ keadaan tertentu bahasa tersebut (pada suatu masa). Jadi, sinkronis mempelajari bahasa tanpa mempersoalkan urutan waktu. Sedangkan yang dimaksud diakronis adalah deskripsi tentang perkembangan sejarah (melalui waktu).
·         Syntagmatic dan associative
Hubungan keduanya dapat dinyatakan terdapat pada kata-kata sebagai rangkaian bunyi-bunyi maupun kata-kata sebagai konsep.

C.  Linguistic Structural Roman Jacobs
Berbicara mengenai pandangan Jacobson, dapat dikemukakan bahwa bagi dia, bahasa itu memiliki enam macam fungsi (sudaryanto, 1990:12), yaitu :
1.    Fungsi referensial (pengacu pesan).
2.    Fungsi emotif (pengungkap keadaan pembicara).
3.    Fungsi konotatif (pengungkap keinginan pembicara yang langsung atau segera).

4.   APLIKASI SEMIOTIKA KOMUNIKASI
A.  MEDIA
Mempelajari media adalah mempelajari makna dari mana asalnya, seperti apa, seberapa jauh tujuannya, bagaimanakah ia memasuki materi media, dan bagaimana ia berkaitan dengan pemikiran kita sendiri.
Dalam konteks media massa, khusunya media cetak kajian semiotika adalah mengusut ideologi yang melatari pemberitaan.
Untuk teknik - teknik analisnya sendiri, secara garis besar yang diterapkan, yaitu:
1.    Teknik kuantitatif
Teknik ini adalah teknik yang paling dapat mengatasi kekurangan dalam objektivitas, namun hasilnya sering kurang mantap. Ciri - ciri yang dapat di ukur dinyatakan sebagai tanda merupakan titik tolak penelitian ini.
Menurut Van Zoest, (1993:146-147), hasil analisis kuantitatif selalu lebih spektakuler namun sekaligus selalu mengorbankan ketahanan uji metode - metode yang digunakan.
2.    Teknik kualitatif
Pada analisis kualitatif, data – data yang diteliti tidak dapat diukur secara matematis. Analisis ini sering menyerang masalah yang berkaitan dengan arti atau arti tambahan dari istilah yang digunakan.
Tiga pendekatan untuk menjelaskan media (McNair, 1994, dalam Sudibyo, 2001:2-4), yaitu :
1.  Pendekatan Politik-Ekonomi
Pendekatan ini berpendapat bahwa isi media lebih ditentukan oleh kekuatan - kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan media.
2.  Pendekatan Organisasi
Bertolak belakang dengan pendekatan politik-ekonomi, pendekatan ini menekankan bahwa isi media diasumsikan dipengaruhi oleh kekuatan -kekuatan eksternal pengelola media.
3.  Pendekatan Kulturalis
Pendekatan politik-ekonomi dan pendekatan organisasi. Proses produksi berita dilihat sebagai mekanisme yang rumit yang melibatkan faktor internal media. Media pada dasarnya memang mempunyai mekanisme untuk menentukan pola dan aturan oragnisasi, tapi berbagai pola yang dipakai untuk memaknai peristiwa tersebut tidak dapat dilepaskan dari kekuatan - kekuatan politik-ekonomi di luar media.
Secara teoritis, media massa bertujuan menyampaikan informasi dengan benar secara efektif dan efisien. Namun, pada praktiknya apa yang disebut sebagai kebenaran ini sangat ditentukan oleh jalinan banyak kepentingan.
Terdapat pemilahan atas fakta atau informasi yang dianggap penting dan yang dianggap tidak penting, serta yang dianggap penting namun demi kepentingan survival menjadi tidak perlu disebar luaskan. Media menyunting bahkan menggunting realitas dan kemudian memolesnya menjadi suatu kemasan yang layak disebar luaskan.
Tiga zona dalam teori media menurut Berger dan Luckman :
1.    Orders and practices of signification (Tatanan dan praktik – praktik signifikasi).
2.    Orders and practises of power (Tatanan dan praktik – praktik kekuasaan).
3.    Orders and practises of production (Tatanan dan praktik – praktik produksi).
Praktik – praktik kekuasaan media memiliki banyak bentuk ( John B. Thomson, 1994) antara lain:
·         Kekuasaan Ekonomi (dilembagakan dalam industri dan perdagangan).
·         Kekuasaan Politik (dilembagakan dalam aparatur negara).
·         Kekuasaan Koersif (dilembagakan dalam organisasi militer dan paramiliter).

B.  PERIKLANAN
Dalam perspektif semiotika iklan dikaji lewat sistem tanda dalam iklan, yang terdiri atas 2 lambang yakni lambang verbal (bahasa) dan lambang non verbal (bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan).
Dalam menganalisis iklan, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain (Berger) :
·         Penanda dan petanda
·         Gambar, indeks, simbol
·         Fenomena sosiologi
·         Sifat daya tarik yang dibuat untuk menjual produk
·         Desain dari iklan
·         Publikasi yang ditemukan dalam iklan dan khayalan yang diharapkan oleh publikasi tersebut.
Lain halnya dengan model Roland Barthes, iklan dianalisis berdasarkan pesan yang dikandungnya yaitu :
·         Pesan Linguistik (Semua kata dan kalimat dalam iklan).
·         Pesan yang terkodekan (Konotasi yang muncul dalam foto iklan).
·         Pesan ikonik yang tak terkodekan (Denotasi dalam foto iklan).

C.  TANDA NONVERBAL
Komunikasi nonverbal adalah semua tanda yang bukan kata - kata dan bahasa.
Tanda - tanda digolongkan dalam berbagai cara :
·         Tanda yang ditimbulkan oleh alam yang kemudian diketahui manusia melalui pengalamannya.
·         Tanda yang ditimbulkan oleh binatang
·         Tanda yang ditimbulkan oleh manusia, bersifat verbal dan nonverbal.
Namun tidak keseluruhan tanda - tanda nonverbal memiliki makna yang universal. Hal ini dikarenakan tanda - tanda nonverbal memiliki arti yang berbeda bagi setiap budaya yang lain.
Dalam hal pengaplikasian semiotika pada tanda nonverbal, yang penting untuk diperhatikan adalah pemahaman tentang bidang nonverbal yang berkaitan dengan benda konkret, nyata, dan dapat dibuktikan melalui indera manusia.
Pada dasarnya, aplikasi atau penerapan semiotika pada tanda nonverbal bertujuan untuk mencari dan menemukan makna yang terdapat pada benda - benda atau sesuatu yang bersifat nonverbal. Dalam pencarian makna tersebut, menurut Budianto, ada beberapa hal atau beberapa langkah yang perlu diperhatikan peneliti, antara lain :
·         Langkah Pertama ->Melakukan survei lapangan untuk mencari dan menemukan objek penelitian yang sesuai dengan keinginan si peneliti.
·         Langkah Kedua -> Melakukan pertimbangan terminologis terhadap konsep -konsep pada tanda nonverbal.
·         Langkah Ketiga ->Memperhatikan perilaku nonverbal, tanda dan komunikasi terhadap objek yang ditelitinya.
·         Langkah Keempat ->Merupakan langkah terpenting, menentukan model semiotika yang dipilih untuk digunakan dalam penelitian. Tujuan digunakannya model tertentu adalah pembenaran secara metodologis agar keabsahan atau objektivitas penelitian tersebut dapat terjaga.

D.  FILM
Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis struktural atau semiotika.
Van Zoest, film dibangun dengan tanda semata – mata. Pada film digunakan tanda – tanda ikonis, yakni tanda – tanda yang menggambarkan sesuatu. Gambar yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikannya.
Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara. Film menuturkan ceritanya dengan cara khususnya sendiri yakni, mediumnya, cara pembuatannya dengan kamera dan pertunjukannya dengan proyektor dan layar.
Sardar & Loon, Film dan televisi memiliki bahasanya sendiri dengan sintaksis dan tata bahasa yang berbeda. Film pada dasarnya bisa melibatkan bentuk – bentuk simbol visual dan linguistik untuk mengkodekan pesan yang sedang disampaikan.
Figur utama dalam pemikiran semiotika sinematografi hingga sekarang adalah Christian Metz dari Ecole des Hautes Etudes et Sciences Sociales (EHESS) Paris. Menurutnya, penanda (signifant) sinematografis memiliki hubungan motivasi atau beralasan dengan penanda yang tampak jelas melalui hubungan penanda dengan alam yang dirujuk. Penanda sinematografis selalu kurang lebih beralasan dan tidak pernah semena.

E.  KOMIK, KARTUN DAN KARIKATUR
Sebelum memasuki pembahasan, terlebih dahulu kita ketahui apa yang dimaksud dengan komik, kartun, serta karikatur.
Komik adalah cerita bergambar dalam majalah, surat kabar, atau berbentuk buku yang pada umumnya mudah dicerna dan lucu. Komik sendiri dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu, comic strips dan comic book. Komik bertujuan utama menghibur pembaca dengan bacaan ringan, cerita rekaan yang dilukiskan relatif panjang dan tidak selamanya mengangkat masalah hangat meskipun menyampaikan moral tertentu. Bahasa komik adalah bahasa gambar dan bahasa teks.
Kartun adalah sebuah gambar lelucon yang muncul di media massa, yang hanya berisikan humor semata, tanpa membawa beban kritik sosial apapun. Pada dasarnya, kartun mengungkapkan masalah sesaat secara ringkas namun tajam dan humoristis sehingga tidak jarang membuat pembaca senyum sendirian.
Karikatur adalah deformasi berlebihan atas wajah seseorang, biasanya orang terkenal, dengan mempercantiknya dengan penggambaran ciri khas lahiriyahnya untuk tujuan mengejek (Sudarta,1987). Empat teknis yang harus diingat sebagai karikatur adalah, harus informatif dan komunikatif, harus situasional dengan pengungkapan yang hangat, cukup memuat kandungan humor, harus mempunyai gambar yang baik. Semula karikatur hanya merupakan selingan atau ilustrasi belaka. Namun pada perkembangannya, karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar – gambar lucu dan menarik bahkan tidak jarang membuat orang yang dikritik justru tersenyum.
Tommy Christomy, Secara formal proses semiosis yang paling dominan dalam kartun adalah gabungan atau proposisi (visual dan verbal) yang dibentuk oleh kombinasi tanda argumen indexical legisign.
Untuk menganalisis kartun atau komik-kartun, seyogianya kita menempatkan diri sebagai kritikus agar secara leluasa dapat melakukan penilaian dan memberi tafsiran terhadap komik-kartun tersebut.
Setiawan, Komik-kartun penuh dengan perlambangan – perlambangan yang kaya akan makna. Selain dikaji sebagai teks, secara kontekstual juga dilakukan yakni dengan menghubungkan karya seni tersebut dengan situasi yang sedang menonjol di masyarakat. Dalam pandangan Setiawan hal ini di maksudkan untuk menjaga signifikasi permasalahan dan sekaligus menghindari pembiasan tafsiran.
F.  SASTRA
Santosa. Dalam lapangan sastra, karya sastra dengan keutuhannya secara semiotik dapat dipandang sebagai sebuah tanda. Sebagai suatu bentuk, karya sastra secara tulis akan memiliki sifat kerungan. Dimensi ruang dan waktu dalam sebuah cerita rekaan mengandung tabiat tanda-menanda yang menyiratkan makna semiotika.
Aminudin. Wawasan semiotika dalam studi sastra memiliki tiga asumsi :
·         Karya sastra merupakan gejala komunikasi yang berkaitan dengan pengarang, wujud sastra sebagai sistem tanda, dan pembaca.
·         Karya sastra merupakan salah satu bentuk pengunaan sistem tanda (system of signs) yang memiliki struktur dalam tata tingkat tertentu.
·         Karya sastra merupakan fakta yang harus direkonstruksikan pembaca sejalan dengan dunia pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya.
Sasaran kajian sastra secara ilmiah bukan pada wujud konkret wacananya, melainkan pada metadiscourse atau bentuk dan ciri kewacanaan yang tidak teramati secara konkret
Junus Pradopo. Penelitian sastra dengan pendekatan semiotika sesungguhnya merupakan lanjutan dari pendekatan strukturalisme. Strukturalisme tidak dapat dipisahkan dengan semiotika karena karya sastra merupakan struktur tanda – tanda yang bermakna. Tanpa memperhatikan sistem tanda dan maknanya, serta konvensi tanda, struktur karya sastra atau karya sastra tidak dapat dimengerti secara optimal.
Dalam penelitian sastra dengan menggunakan pendekatan semiotika, tanda yang berupa indekslah yang paling banyak dicari, yaitu berupa tanda - tanda yang menunjukkan hubungan sebab-akibat.
Preminger. Studi semiotika sastra adalah usaha untuk menganalisis sistem tanda – tanda. Oleh karena itu, peneliti harus menentukan konvensi - konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna.

G. MUSIK
Sistem tanda musik adalah oditif. Bagi semiotikus musik, adanya tanda - tanda perantara, yakni, musik yang dicatat dalam partitur orkestra, merupakan jalan keluar. Hal ini sangat memudahkan dalam menganalisis karya musik sebagai teks. Itulah sebabnya mengapa penelitian musik semula terutama terarah pada sintaksis. Meski demikian, semiotika tidak dapat hidup hanya dengan mengandalkan sintaksis karena tidak ada semiotika tanpa semantik juga tidak ada semiotika musik tanpa semantik musik.
Aart van Zoest. Tiga kemungkinan dalam mencari denotatum musik ke arah isi tanggapan dan perasaan :
·         Untuk menganggap unsur - unsur struktur musik sebagai ikonis bagi gejala - gejala neurofisiologis pendengar.
·         Untuk menganggap gejala - gejala struktural dalam musik sebagai ikonis bagi gejala - gejala struktural dunia penghayatan yang dikenal.
·         Untuk mencari denotatum musik ke arah isi tanggapan dan perasaan yang dimunculkan musik lewat indeksial.
Untuk menganalisis musik tentu juga diperlukan disiplin lain, misalnya ethnomusicology dan antropologi. Dalam ethnomusicology, musik dipelajari melalui aturan tertentu yang dihubungkan dengan bentuk kesenian lainnya termasuk bahasa, agama, dan falsafah.

Sumber:
·         Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
·         (http://id.wikipedia.org/wiki/Semiotika)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar dan saran Anda sangat berarti.. :)